14/03/17

Perkembangan Teknologi dan Datangnya 'Generasi Merunduk'

Teknologi komunikasi kini telah berkembang pesat. Berbagai inovasi telah diadopsi masyarakat sejak berabad - abad lalu seperti yang dirangkum Rogers pada tahun 1986 bahwa perkembangan media komunikasi terbagi menjadi empat era, yaitu era komunikasi tulisan (4000 SM), era komunikasi cetak (1456), era telekomunikasi (1844), dan era komunikasi interaktif (1946). Sampai saat ini, di Indonesia teknologi komunikasi masih terus berkembang mengikuti perkembangan zaman dan juga kebutuhan masyarakat. 

Internet merupakan salah satu teknologi komunikasi yang paling populer dan berpengaruh bagi kehidupan masyarakat saat ini. Teknologi yang berbasis jaringan komputer ini seiring berjalannya waktu dapat dengan mudah diakses oleh semua kalangan mulai dari anak - anak hingga orang dewasa sesuai dengan kebutuhan mereka masing - masing.  Ada yang menggunakan internet untuk menunjang karir, pendidikan, berkomunikasi dan juga sebagai hiburan. Kini kehidupan sebagian besar masyarakat seolah bergantung pada sambungan internet. Mengapa? 

Hadirnya internet di tengah - tengah masyarakat ini memicu munculnya media - media baru yang menciptakan realitas virtual bagi penggunanya atau biasa kita sebut Dunia Maya. Pada awalnya, media baru yang berbasis jaringan internet (online) ini memang diciptakan untuk mempermudah komunikasi yang terbatas ruang dan waktu. Namun pada kenyataannya dunia maya membawa kenyamanan bagi para penggunanya dalam berinteraksi dan seolah dunia yang maya itu kian nyata. Di dunia maya, seseorang bisa memiliki lebih dari satu identitas. Mereka bisa menjadi siapa saja serta bebas berbicara apa saja dan dengan siapa saja.  Dari sini terbentuklah suatu komunitas yang  saling terhubung melalui ruang cyber yaitu komunitas virtual.

Van Dijk dalam buku "Communication Technology : New Media of Society" menjelaskan perbedaan antara Komunitas Virtual dan Komunitas Organik. Komunitas virtual merupakan sebuah kelompok yang menggunakan teknologi sebagai alat untuk berkomunikasi dan tentunya komunikasi yang dilakukan secara tidak langsung melainkan melalui sebuah ruang cyber yang semu dan anonim. Sedangkan komunitas organik mengandalkan komunikasi tatap muka atau face to face dengan kelompoknya menggunakan identitas asli mereka. Organik disini adalah suatu proses berkomunikasi yang sifatnya nyata dan apa adanya. Komunitas organik lahir lebih dulu dibandingkan komunitas virtual. Sebelum adanya teknologi  yang menciptakan dunia maya sebagai wadah berkomunikasi antara satu pihak dengan pihak lainnya, komunitas organik telah berkembang sendirinya dari awal manusia ada dan berkomunikasi. 

Kolaborasi teknologi komunikasi dan jaringan internet akan membuat suatu komunitas beralih ke media sosial yang bersifat online. Komunitas yang telah terbentuk di dunia virtual mampu menyeret individu ke dalam kehidupan anti sosial di dunia nyata. Mereka tenggelam dalam kehidupan di dunia maya. Misalnya komunitas Pecinta Musik Keroncong se - DKI Jakarta yang tergabung dalam group WhatsApp Messanger untuk memudahkan komunikasi mereka.

Mungkin identitas sebagian anggota komunitas virtual sebenarnya adalah mereka yang pada dunia nyata bukanlah apa - apa. Mereka tak cukup berarti di lingkungannya sehingga melampiaskannya dengan berkespresi di dunia maya sebagai identitas baru. Misalnya anggota pecinta musik keroncong yang tergabung dalam group WhatsApp tadi bukan tidak mungkin adalah orang - orang yang tidak disukai lingkungan sekitarnya di dunia nyata. Namun ia menemukan suatu kelompok yang se - frequensi di media sosial dan hidup mereka seakan lebih berarti di dunia maya sehingga setiap saat mereka tak henti - hentinya mengecek media sosial mereka.


Orang Kota yang Menghabiskan Kejenuhan dengan Bermain Gadget

Hal tersebut membentuk suatu fenomena sosial di masyarakat yang disebut 'generasi merunduk'. Sebuah kejadian yang mana ia tidak melakukan interaksi apapun dengan lingkungan di mana dirinya berada namun sesungguhnya ia melakukan interaksi dengan orang - orang di dunia mayanya dengan bantuan teknologi komunikasi. Dimanapun, kapanpun dan apapun yang mereka kerjakan mereka akan selalu memeriksa situasi di media sosial, mereka akan terus merunduk melihat ke layar gadget, laptop atau alat komunikasi apapun untuk mendapatkan informasi teraktual di media sosial.

Beberapa waktu lalu saya menangkap sebuah kejadian di salah satu gerbong Commuter Line tujuan Bekasi - Jakarta Kota. Di mulai ketika saya hendak memasuki gerbong tersebut, saya memilih duduk di posisi ujung gerbong tepat di dekat pintu pembatas ke gerbong lain. Di mana posisi tersebut memudahkan saya untuk melihat seisi gerbong. Hari itu kebetulan gerbong tidak begitu ramai sehingga semua orang di dalam gerbong mendapat jatah tempat duduknya masing - masing, mungkin hanya beberapa yang berdiri. Di situ saya memandangi orang - orang di sekeliling saya. Saya sempat terkejut ketika saya menjumpai kejadian di mana seluruh isi gerbong memandangi gadget mereka masing - masing. Ada yang memainkan game, mendengarkan musik, menonton youtube, ada pula yang hanya menggeser - geser layar gadget, bahkan tak jarang juga orang yang terlihat tersenyum - senyum sendiri memandangi layar handphone-nya. Saya menyadari saat itu juga bahwa 'generasi merunduk' semakin nyata adanya.

Kabar baik dari adanya fenomena 'generasi merunduk' di Indonesia ini mungkin menjadi tolak ukur melek media di masyarakat. Setidaknya masyarakat telah mengenal ataupun mengikuti perkembangan teknologi yang semakin melimpah. Di sisi lain, hal ini juga menimbulkan kecemasan bagi kehidupan sosial di masyarakat yang menurunkan kepedulian terhadap lingkungan sekitar dan semakin enggan berinteraksi ataupun berkomunikasi langsung dengan sesama. Tak heran jika kini kolektifitas semakin langka dan negara ini tak ada bedanya dengan negara - negara barat yang individualis.

Jika kita bandingkan dengan pola komunikasi pada era komunitas organik, sangat nyata perbedaannya. Interaksi yang dilakukan dirasakan dan berdampak langsung oleh pelaku komunikasi. Misalnya pada komunitas sepeda ontel. Kegiatan rutin yang diadakan komunitas tersebut akan menyatukan para anggotanya dan menciptakan hubungan serta komunikasi yang langgeng antar anggota. Antar anggota akan saling mengenal satu sama lain dan hubungan yang terjalin akan lebih baik karena hubungan tersebut nyata. Dan menurut saya, kebanyakan komunitas yang bertahan dengan komunitas organiknya, sesungguhnya adalah orang - orang yang memiliki good communication. 


Komunitas Para Pedagang yang Tengah Berbincang 




Komunitas Sopir Angkot yang Bermain Catur di Terminal Angkutan Umum


Kesimpulannya, kehadiran teknologi yang begitu banyak di tengah - tengah kehidupan kita bukan berarti membuat kita meninggalkan hal - hal kodrati yang kita miliki. Manusia tercipta untuk saling berinteraksi, media baru hadir untuk memudahkan  dan mendukung manusia untuk saling bersosialisasi. Jadilah masyarakat yang melek media namun tak menutup diri untuk lingkungan.

Daftar Pustaka :


Lievrouw, Leah A. & Sonia Livingstone. 2006,  Handbook of New Media : Social Shaping and Social Consquences of ITCs, Sage Publication Ltd. London. Chapter  2  :  “Creating Community  with Media : History, Theories and Scientific Investigation






Tidak ada komentar:

Posting Komentar